Memahami Eksplorasi dan Eksploitasi Migas
Berbeda dengan industri pada umumnya, industri usaha hulu minyak dan gas bumi atau yang lebih sering disingkat dengan sebutan migas mempunyai sifat dan karateristik tertentu. Perlu dipahami, bahwa industri hulu migas mempunyai tingkat resiko yang tinggi serta membutuhkan waktu yang panjang dan investasi besar agar menemukan cadangan migas.
Untuk dapat menciptakan industri migas yang sifatnya lebih efisien, pemerintah menerapkan kontrak bagi hasil dengan skema gross split di tahun 2017. Menyambut skema yang baru diciptakan ini, pemerintah mengatur ketentuan aturan perpajakan pada kegiatan usaha hulu migas dengan skema kontrak bagi hasil atau gross split.
Dimana ketentuan pajak tersebut terncantum pada Peraturan Pemerintah (PP) №53 Tahun 2017 yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan Pada Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Dengan Kontrak Bagi Hasil atau Gross Split.
Di dalam ketentuan tersebut mengatur pula terkait insentif pajak yang diberikan dalam tahap eksplorasi dan eksploitasi migas. Kemudian, apa yang dimaksud dengan tahap eksplorasi dan eksploitasi migas? Mari, kita simak pada pembahasan berikut ini!
Definisi Kegiatan Usaha Migas
Kegiatan usaha migas (minyak dan gas) mencakup serangkaian kegiatan yang terkait dengan eksplorasi, produksi, pengolahan, dan distribusi minyak dan gas bumi. Kegiata usaha ini mencakup kegiatan usaha hulu dan hilir. Kegiatan usaha hulu memiliki arti kegiatan usaha yang menitikberatkan atau yang bertumpu pada kegiatan usaha eksporasi dan eksploitasi, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang №22 Tahun 2001 dan Pasal 1 angka 4 PP №53 Tahun 2017.
Kegiatan usaha hulu dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan eksplorasi, pengembangan lapangan minyak dan gas bumi, produksi atau eksploitasi serta pengangkatan minyak dan gas bumi. Sedangkan, kegiatan usaha hilir migas sangat erat hubungannya dengan kegiatan transportasi, pengolahan, dan pemasaran migas.
Apa Itu Eksplorasi Migas?
Eksplorasi migas adalah proses penelitian dan pencarian sumber daya minyak dan gas bumi di bawah permukaan bumi. Tujuan utama dari eksplorasi ini adalah menemukan dan mengidentifikasi potensi cadangan minyak dan gas yang dapat diekstraksi secara ekonomis. Langkah-langkah eksplorasi migas melibatkan penggunaan berbagai teknik dan teknologi untuk menentukan lokasi yang paling mungkin memiliki cadangan hidrokarbon.
Perlu diketahui, bahwa secara umum kegiatan eksplorasi merupakan kegiatan yang memiliki tujuan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk dapat menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi yang terdapat pada suatu wilayah kerja yang telah ditentukan sesuai dengan Pasal 1 angka 5 PP 53 Tahun 2017.
Dalam hal kegiatan eksplorasi migas, badan usaha yang sudah memperoleh kotrak kerja yang sama memulai pencarian migas dengan cara melakukan survei geologi, seismik, geofisika, serta survei gravitasi untuk mencari suatu cebakan. Untuk dapat memastikan cebakan yang ditargetkan tersebut berisi migas, perlu dilakukan proses pengeboran wild-cat.
Dimana yang dimaksud dengan pengeboran wild cat yakni sumur eksplorasi yang dibor pada suatu daerah yang masih belum adanya bukti bahwa sumur tersebut mengandung migas yang didasarkan pada pertimbangan geologis yang diharapkan memiliki akumulasi hidrokarbon.
Perlu dipahami, bahwa apabila kegiatan eksplorasi tersebut dinyatakan berhasil, maka dapat dikonfirmasi adanya hidrokarbon (migas), kandungan migas serta sifat batuan. Meskipun demikian, proses pengeboran eksplorasi tersebut juga belum tentu ditemukannya terdapat cadangan migas.
Selanjutnya mengacu pada data tersebut, bisa diperkirakan cadangan migas secara kasar san kegiatan eksploitasi atau produksi migas pun bisa segera dimulai (Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010).
Memahami Kegiatan Eksploitasi Migas
Pada umumnya, kegiatan eksploitasi memiliki tujuan untuk dapat memindahkan zat hidrokarbon yang berada di dalam bumi ke permukaan bumi. Kegiatan eksploitasi ini mencakup kegiatan untuk bisa menghasilkan migas, yakni pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, pengolahan guna untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi, serta kegiatan pendukung yang lainnya.
Definisi terkait eksploitasi tertuang dala Pasal 1 angka 9 Undang-Undang №22 Tahun 2001 dan Pasal 1 angka 6 PP No 53 Tahun 2017. Mengacu pada pasal tersebut, kegiatan eksploitasi merupakan rangkaian kegiatan yang memiliki tujuan untuk dapat menghasilkan migas yang berasal dari wilayah kerja yang telah ditentukan, yang terdiri dari kegiatan pengeboran dan pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, penyelesaian sumur, serta kegiatan pengolahan dalam rangka pemisahan dan pemurnian migas di dalam lapangan serta kegiatan lainnya sebagai pendukung.
Sehubungan dengan kegiatan usaha hulu migas, pemerintah sudah memberikan insentif pajak. Dimana insentif yang diberikan tersebut termasuk pula di dalamnya kegiatan usaha hulu migas dengan kontrak bagi hasil (product sharing contact/PSC) gross split.
Apa Itu Kontrak Bagi Hasil Gross Split?
Perlu dicatat, yang dimaksud dengan kontrak bagi hasil gross split yaitu suatu bentuk kerja sama dalam hal kegiatan usaha hulu yang didasarkan pada prinsip pembagian gross produksi yang pelaksanaannya tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi. Untuk jenis-jenis nsentif pajak yang yang diberikan bisa disimak dalam PP №53 tahun 2017 dan Ketentuan PMK №67 Tahun 2020.
Dimana insentif pajak yang diberikan sebagaimana telah tertuang dam PMK №67 Tahun 2020 terkait pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, serta pajak bumi dan bangunan pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dengan kontrak bagi hasil gross split, sebagai berikut ini:
Berdasarkan pada Pasal 4 PMK 67/2020 dinyatakan bahwa pada tahap eksplorasi dan eksploitasi hingga saat dimulainya produksi komersial, para kontraktor diberikan fasilitas perpajakan yang dapat berupa:
- PPN atau PPnBM yang terutang tidak dilakukan pemungutan atas: Perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP); Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) yang berasal dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
- Digunakan dalam rangka operasi perminyakan dan/atau pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dengan persentase sebesar 100% dari PBB minyak dan Gas Bumi yang terutang sebagaimana telah tercantum dalam Surat Pembertahuan Pajak Terutang (SPPT).
Selanjutnya, pada ayat (2) dari Pasal 4 tersebut disebutkan bahwa fasilitas yang diberikan sesuai pernyataan di atas tersebut berlaku untuk satu wilayah kerja dan diberikan kepada pihak kontraktor.
Kemudian, pada Pasal 5 ayat (1) PMK 67/2020 dijelaskan untuk dapat memperoleh fasilitas perpajakan tersebut operator harus mengajukan permohonan secara langsung yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah yang dilakukan melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat operator tersebut terdaftar dengan melampiri beberapa dokumen seperti:
- Surat Keterangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerinthan pada bidang energi dan sumber daya mineral
- Fotokopi dokumen kontrak bagi hasil.