Cari Tahu Perbedaan Sistem Perpajakan Dunia Di Sini
Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang dipimpin oleh Presiden Donald Trump telah mengeluarkan Undang-Undang yang disebut Tax Cuts and Jobs Act (TCJA). TCJA, yang berlaku pada tahun 2018, merupakan awal dari reformasi pajak AS dan reformasi pajak AS pertama dalam lebih dari 30 tahun. Salah satu poin penting dari TCJA adalah bahwa sistem perpajakan telah berubah dari global menjadi teritorial.
Sebelum transisi teritorial, Amerika Serikat adalah satu-satunya anggota G7 yang mengadopsi sistem global. Saat ini, hanya delapan dari 34 negara anggota OECD yang menjadi anggota sistem global, Amerika Serikat menjadi salah satunya. Perubahan itu dilakukan karena sistem pajak global dipandang tidak kompetitif dan cenderung merugikan Amerika Serikat dalam persaingan global. Dalam kaitan ini, pemerintah Indonesia masih memperkenalkan sistem pajak global.
Pengertian Sistem Pajak Worldwide dan Territorial
Pada umumnya, negara tempat penghasilan itu diperoleh (negara sumber) adalah yang pertama berhak mengenakan pajak atas penghasilan tersebut. Di sisi lain, negara tempat wajib pajak berdomisili atau berada (negara domisili) memiliki dua pilihan untuk mengenakan pajak atas penghasilan sumber luar negeri yang diterima wajib pajak.
Dengan kata lain, dalam konteks perpajakan internasional, sistem perpajakan global dan teritorial merupakan alternatif utama untuk memajaki penghasilan yang diterima di luar negeri oleh negara tempat tinggal. Dalam sistem global, negara-negara memungut pajak atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri (WPDN) di negara tersebut, baik penghasilan tersebut dalam negeri maupun luar negeri.
Jika suatu perusahaan adalah WPDN di negara dengan sistem perpajakan global, perusahaan tersebut dikenakan pajak terlepas dari sumber pendapatannya. Selain mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diterima dari WPDN, negara-negara di bawah rezim perpajakan global juga mengenakan pajak atas penghasilan wajib pajak luar negeri (WPLN) yang berasal dari negaranya.
Artikel tersebut menyimpulkan bahwa ada dua prinsip utama yang mendasari perpajakan global. Asas pertama adalah asas domisili yang digunakan untuk memajaki penghasilan WPDN. Asas kedua adalah asas sumber yang digunakan untuk memajaki penghasilan WPLN. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan berikut ini berlaku bagi negara yang menerapkan sistem perpajakan global.
Semua penghasilan yang diterima dari WPDN dikenakan pajak terlepas dari sumber penghasilannya, baik dalam negeri maupun luar negeri. Setiap pendapatan yang diperoleh oleh wajib pajak luar negeri dari negara tersebut juga akan diberlakukan pajak di negara tersebut. Sementara itu, negara-negara dengan rezim pajak teritorial hanya melakukan pungutan pajak penghasilan yang berasal dari yurisdiksi atau dari negara tersebut.
Di sisi lain, pendapatan asing bebas pajak. Sistem ini juga dikenal sebagai teritorialitas penuh. Oleh karena itu, negara yang menganut rezim pajak wilayah berhak memungut pajak dari semua wajib pajak baik yang berstatus WPDN maupun WPLN. Namun, hak pajak ini terbatas pada pendapatan dari negara tersebut saja (Avi-Yonah, Sartori & Amrian, 2011).
Hal ini berarti bahwa hanya penghasilan dalam negeri yang dikenakan pajak secara efektif di bawah sistem pajak teritorial. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan berikut ini berlaku bagi negara yang menerapkan sistem pajak teritorial:
- Semua penghasilan dari negara dikenakan pajak terlepas dari apakah pihak yang menerima penghasilan adalah WPDN atau WPLN
- Semua penghasilan luar negeri bebas pajak di dalam negeri.
Perbedaan antara sistem pajak territorial dan sistem pajak global yang paling dasar yakni perlakuan atas penghasilan atau pendapatan yang bersumber dari luar negeri. Sistem pajak global memajaki pendapatan asing, sedangkan sistem pajak teritorial tidak.
Namun dalam praktiknya, sebagian besar negara cenderung berpegang pada satu sistem pajak daripada seluruh sistem pajak. Negara-negara yang cenderung mengadopsi sistem pajak global juga cenderung mempertahankan unsur-unsur sistem pajak teritorial.
Misalnya, dengan memberlakukan mekanisme penangguhan pajak atas penghasilan dari negara asing tertentu hingga penghasilan tersebut dipulangkan ke negara tempat tinggal. Sementara itu, negara-negara yang mengadopsi sistem perpajakan teritorial kerapkali mempunyai unsur sistem pajak global. Misalnya, dengan membatasi penghasilan luar negeri yang bebas pajak di negara tempat tinggalnya.
Apalagi dengan adanya praktik ini telah memunculkan istilah hybrid tax system, yaitu sistem perpajakan dengan komponen global dan lokal. Dalam beberapa tahun terakhir ini sudah terjadi kecenderungan sistem pajak hibrida yang diterapkan oleh banyak negara-negara. Hampir setengah dari negara anggota OECD kini telah memperkenalkan sistem pajak ini.
Berdasarkan tren, rezim pajak hibrida dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama adalah sistem pajak hibrida. Hal ini cenderung bersifat global atau disebut dengan rezim pajak hybrid global. Sistem ini biasanya mengacu pada sistem pajak global dengan mekanisme penangguhan pajak (with deferral worldwide).
Kedua, sistem pajak teritorial hibrida atau sistem pajak teritorial hibrida. Misalnya, sistem teritorial tidak menerapkan pembebasan pajak untuk semua pendapatan asing, tetapi membatasi berdasarkan jenis pendapatan atau wajib pajak yang menerima pendapatan tersebut (OECD, 2007).
Dengan kata lain, ketika suatu negara disebut menerapkan sistem pajak teritorial atau global, itu tidak dapat ditafsirkan sebagai negara yang mengadopsi bentuk murni atau ideal dari sistem pajak teritorial atau global. Namun, perlu dipahami bahwa acuan ini mengacu pada ciri-ciri utama dari sistem perpajakan internasional yang diterapkan oleh negara-negara tersebut.
Sistem Pajak Territorial
Seperti dikutip dari Buletin APBN DPR RI, ketentuan terkait sistem pajak daerah antara lain:
Pajak penghasilan (PPh) hanya dikenakan atas penghasilan yang semata-mata berasal dari negara yang bersangkutan. Misalnya Bapak A adalah warga negara Indonesia yang berpenghasilan dari Indonesia dan Singapura. Jika Indonesia mematuhi rezim pajak wilayah, PPh hanya dikenakan atas penghasilan yang berasal dari Indonesia, penghasilan dari Singapura tidak dikenakan PPh.
Keuntungan dari sistem pajak teritorial adalah:
- Sistem pajak standar yang diterapkan di negara maju
- Repatriasi pendapatan yang diperoleh di luar negeri
- Penyederhanaan administrasi perpajakan
- Disertai dengan tarif pajak yang lebih rendah.
Kerugian perpajakan wilayah, yaitu:
- Pembatasan Otoritas Perpajakan Negara
- Penipuan dalam pemungutan pajak
- Keadilan vertikal (perlakuan yang sama untuk yang sama)
- Keadilan horizontal (perlakuan tidak adil atas ketimpangan).
Sistem Pajak Worldwide Income
Ketentuan terkait sistem pajak penghasilan global, antara lain:
Pajak penghasilan dikenakan atas penghasilan yang berasal dari Jerman atau luar negeri. Misalnya, Dani merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang memperoleh penghasilan dari Indonesia serta Malaysia. Karena Negara Indonesia menganut Sistem Pajak Penghasilan Global, maka penghasilan yang diperoleh di Negara Indonesia atau yang berasal dari Malaysia dikenakan PPh dan dipungut oleh Negara Indonesia.
Keuntungan dari sistem pajak pendapatan global yakni sebagai berikut:
- Pendapatan atau penghasilan pemerintah yang stabil
- Dapat mengembalikan pajak penghasilan luar negeri dalam rangka menghindari pajak berganda
- Sistem kontrol yang kompleks
- Tidak umum digunakan dalam ekonomi dunia
- Tidak adanya insentif guna memulangkan dana ke luar negeri
- Umumnya mengenakan tarif tinggi
- Biaya kepatuhan yang cenderung sangat besar.